top of page
  • Black Facebook Icon
  • Black Instagram Icon

I am enough


Hi saya Ayesh, saya dikenal orang sebagai Happy-go-lucky person, sering juga saya diberi label anak gaul oleh teman-teman saya, mungkin karena saya termasuk orang yang mudah berteman dengan siapa saja. Saya akui saya memang gak punya masalah dalam urusan pertemanan, social life bagi saya as easy as sunday morning, saya bisa blend in kemana saja seperti angin tanpa merasa awkward dengan siapapun, kapanpun dimanapun, -tapi lain halnya dengan kehidupan cinta. Dalam hubungan romantisme saya sering kali mengalami krisis percaya diri dan itu yang membuat saya tidak mudah untuk romantically involve dengan lawan jenis.

Ketika saya beranjak dewasa, saya menyadari semua ini dimulai sejak saya kelas 4 SD. Saat itu, ada seorang anak baru-laki-laki yang saya pikir "OK looking", saya ga kepikiran naksir atau gimana sih, cuma sebatas bilang dia cakep aja. Lalu, beberapa hari setelah anak baru itu masuk ke kelas saya, ada teman cewe saya tiba-tiba bertanya "Yesh, menurut kamu di kelas ini siapa yang cakep?" Dengan polosnya saya jawab "si anak baru", tanpa menyadari kalau mulut anak kelas 4 SD itu kaya ember bocor. Siangnya, dalam keadaan istirahat kelas dan saya lagi santai duduk di bangku saya, si anak baru itu sekonyong-konyong menghampiri dan menggebrak meja saya bahkan tanpa ngajak kenalan dulu. Saya ingat betul setelah gebrakan meja itu intinya dia bilang dia ga suka saya bilang cakep. Kalau sekarang saya ingat-ingat lagi, itu cowo masalahnya apa ya? Pertama, saya tuh bilang dia cakep loh bukan bilang saya suka sama dia. Kedua, kok dia repot-repot banget pakai marah-marah, bukannya bagus ada yang bilang dia cakep ya? Blah.

Kenapa begitu bencinya cowo itu saat ternyata ada orang lain yang memberikan dia pujian? Apa responnya bakal berbeda kalau yang memberikan pujian bukan anak cewe tomboy, dekil, cempreng, dan item?

Apapun itu, itu cuma kelakuan anak SD yang harusnya ga di-baper-in, tapi kejadian itu fix memberikan bekas pada saya dan menghancurkan rasa percaya diri saya terutama dalam menyukai/mencintai orang lain. Perasaan-perasaan seperti : saya gak cukup cantik dan menarik, gak cukup baik, gak cukup pintar, gak cukup asik, saya cuma dari keluarga biasa-biasa saja, dan sejenisnya terus menghantui saya saat saya beranjak dewasa dan mulai naksir sama orang.

Saya tumbuh di lingkungan dengan mayoritas pria, saya punya 3 abang, almarhum bapak saya juga orang yang cukup keras, dan mama saya itu orangnya santai dan apa adanya. Mungkin itu yang membentuk karakter saya agak tomboy dan suka-suka. Mama hampir gak pernah mengenalkan saya untuk mempercantik diri, beliau selalu membuat saya tampil apa adanya. Beliau juga gak pernah menuntut saya untuk tampil "lebih" cantik, karena seperti ibu-ibu pada umumnya dia merasa anaknya cukup cantik. Ya-iya-lah kan! Saya baru mengenal skin care setelah saya beranjak dewasa dan punya uang sendiri, apalagi make-up, saya cuma kenal make-up kalau pergi ke undangan atau resepsi kawinan abang-abang saya dan baru sekarang-sekarang saja selepas saya kerja di lapangan karena saya merasa dekil banget dan merasa perlu "cakepan dikit" kalau lagi main di kota.

Sejak SD, SMP, SMA semua teman cewe saya berlomba-lomba untuk keliatan cantik dan saya... super clueless. Saat SMA cewe-cewe itu sudah kenal dermatologist dan bahkan ada yang sudah siap nyatok rambut dari jam 4 pagi sebelum ke sekolah, sedangkan saya cuma kenal sama band-band Britpop dan Jepang, atau paling jauh novel teenlit-lah. Saat teman-teman SMA saya mulai punya pacar, saya entah lagi sibuk ngapain. Saya pernah sih naksir-naksir cowo waktu SMA, tapi ya kalau dipikir-pikir juga siapa cowo yang jaman SMA mau sama saya, inget-inget saya yang dulu aja saya freak out.

Saat masuk dunia kuliah, saya mulai kenal dunia romantisme yang sifatnya dua arah. Menurut saya lingkungan kuliah lebih bersahabat untuk urusan cinta, where apparently...it is not all about looks. Kepribadian dan aktifitas-aktifitas di kampus ternyata bisa membuat cewe terlihat menarik. Dan untuk bertemu dengan lawan jenis, ternyata lebih visible, apalagi kampus dan jurusan saya dulu itu isinya mayoritas laki-laki. Tapi perasaan "I will never be good enough" masih terus menghantui saya, jadi kalau saya naksir seseorang saya cenderung hold back dan gak bernyali untuk menunjukkannya. Saya biarin aja rasa naksir saya berlalu begitu saja sampai saya akhirnya bisa dekat sama orang itu-karena saya memang mudah berteman, dan akhirnya dia tiba-tiba magically naksir balik sama saya. and Voila, love happened!

Ketika saya jatuh cinta, saya menjadi terlalu naif, setiap ada sesuatu yang salah terjadi pada hubungan saya, saya cenderung menyalahkan diri sendiri dan bertanya-tanya apa kesalahan yang saya buat atau apa ada yang salah pada diri saya. Saya pernah memiliki hubungan dengan seorang cowo yang dalam hubungan itu saya merasa tidak pernah cukup baik untuk menjadi pasangan dia. Dia tidak pernah menunjukkan dia yakin untuk bersama saya dan selalu easy come easy go. Saya merasa yang saya berikan tidak pernah cukup dan apapun yang saya perbuat selalu salah atau kurang dihadapan dia. Dengan dia saya selalu merasa di tuntut untuk menjadi extra, padahal mungkin dia gak ada maksud seperti itu, tapi hubungan itu membuat saya semakin tidak bisa menerima diri saya apa adanya dan menjadi super insecure.

Sampai akhirnya hubungan itu harus berakhir karena memang sudah tidak ada alasan lagi untuk melanjutkannya, saya kembali menyalahkan diri sendiri. Mungkin memang saya gak akan pernah cukup baik di mata dia-itu yang ada di pikiran saya, bahkan hingga saat ini. Beruntung saat itu saya tengah berada jauh dari dia dan saya punya banyak teman di sana yang kasih saya full support dan membuat saya tetap waras.

Beberapa waktu setelah itu saya bertemu dengan seseorang, dimana dengannya saya bisa menjadi diri saya sendiri. Dia menyukai saya apa adanya, tanpa ada tuntutan tanpa ada keluhan, segala kekurangan dan kelebihan dia ambil plek-plek. Kritikan-kritikan tentang saya, disampaikan dengan cara yang pas dan membuat saya semangat untuk memperbaiki diri. Dia suka saya yang mandiri, dia suka saya yang cenderung santai dan ga clingy, dia suka saya dengan aktifitas-aktifitas saya, dia menghargai teman-teman saya, dia menghargai pandangan saya terhadap kepercayaan saya walaupun jelas-jelas kami berbeda kepercayaan, dia menghormati saya sebagai perempuan, dan tidak pernah sedetik pun membuat saya merasa insecure, dia tidak pernah membanding-bandingkan saya dengan siapapun, dan dia selalu membuat saya merasa cantik. Saat hubungan itu harus berakhir, saya tidak menyalahkan diri saya dan kami bangga karena kami mengambil keputusan secara dewasa. Dan saya bersyukur karena dari hubungan itu saya belajar bahwa saya sebenarnya memiliki kualitas untuk mencintai dan dicintai. Hal itu membuat saya belajar kalau selama saya berniat mencintai dengan tulus dan berusaha memberikan yang terbaik dalam suatu hubungan, hal baik pulalah yang akan saya dapatkan.

Ayesha dengan Acintya salah satu sahabat terdekat yang merupakan support system-nya

Walaupun sebenarnya masih sulit bagi saya untuk bisa membuka diri karena pada dasarnya saya bukan orang yang mudah untuk jatuh cinta, tapi sedikit demi sedikit rasa percaya diri saya untuk urusan cinta ini terbangun. Selain semakin dewasa juga saya semakin tahu bagaimana cara berpenampilan yang baik sesuai dengan umur saya-jadi ga malu-maluin banget, saya juga yakin saya memiliki kemampuan untuk menyayangi orang lain dengan baik dan saya mempunyai kepribadian yang cukup menyenangkan. Beruntung saya dikelilingi keluarga dan teman-teman yang sangat suportif dan selalu berusaha membuat saya sadar kalau sebenarnya saya cukup menarik dan cenderung one of a kind. hehe. Saya juga mulai punya nyali untuk menunjukkan perasaan saya terhadap orang lain. Dan dengan niat mencintai dan menyayangi dengan tulus, saya yakin saya akan bertemu orang yang tepat yang akan menerima saya satu paket berisi kekurangan dan kelebihan saya.

Ayesha dengan sebagian dari tim Cerita Perempuan, yang selalu meyakinkannya bahwa, she is enough - hell, she's more than enough

Penulis: Ayesha

Editor: Asih


Related Posts

See All

Cerita Senapas

Kategori Cerita

Cerita Terbaru

bottom of page