top of page
  • Black Facebook Icon
  • Black Instagram Icon

Free Falling Into the Business of Delivering Happiness

Siapa kira jalan hidup bisa membawa saya ke dunia usaha? Dari kuliah Hubungan Internasional sampai Manajemen Finance, saya pribadi tidak pernah menyangka akan masuk ke dunia enterpreneurship. Apalagi berangkat dari keluarga yang berlatar belakang karyawan dan PNS membuat jalan hidup pengusaha seakan-akan berresiko tinggi atau terkesan hanya sementara, bahkan dalam perbincangan kami beberapa tahun lalu Eyang saya pernah bercanda bilang, “Oh iya yah, sekarang kamu juga pensiunan....” #cumanbisaketawamiris.

Perdebatan mengenai jalan hidup menjadi pengusaha juga sempat terjadi tidak saja di keluarga, tapi juga di antara teman baik orangtua saya. Di suatu sore yang indah saya dikelilingi beberapa orang om dan tante teman lama orangtua saya yang opininya terpecah menjadi dua, satu mendukung jalan saya, satu lagi berkata untuk kembali ke dunia korporasi atau menjadi pegawai negeri. Perdebatan berlangsung cukup panjang (di antara mereka, tapi tidak saya...haha...saya menjadi observer saja saat itu), sampai ada salah satu dari mereka berkata seperti ini kepada saya, “Feta...kamu dengarkan semua pendapat Om dan Tante dengan baik, kamu pertimbangkan masak-masak… Kemudian kamu kumpulkan semua pendapat itu dan masukkan kedalam laci, kamu kunci, dan buang kuncinya. Kamu pilih jalan hidup yang kamu mau.” Pada akhirnya terlepas dari dukungan atau tentangan yang mereka berikan, saya menyadari sepenuhnya bahwa mereka hanya ingin yang terbaik untuk saya. Namun jalan terbaik bukanlah pilihan antara menjadi karyawan atau pengusaha, tapi memilih yang ingin kita jalani dengan sepenuh hati...

Mengawali usaha tidaklah mudah, banyak sekali trial and error (dimana seringkali lebih banyak error-nya… seriously..) yang harus dijalani dan dihadapi. Menemukan tim yang tepat juga tidak mudah karena semua pihak harus mau untuk sama-sama belajar dan tumbuh bersama. Kendala yang harus dihadapi bersama juga juga bermacam-macam, mulai dari dana yang terbatas atau permasalahan penanganan customer dan sebagainya. Namun bagi saya, kendala terbesar adalah diri sendiri.

Bagi saya yang pemalu dan lebih senang berada di belakang meja serta di balik layar, tidak pernah terbayangkan untuk menjadi sales yang harus berhadapan langsung dengan customer, apalagi menjual barang langsung ke mereka. Sampai tepat 4 tahun lalu saya dan business partner saya, Peni, membuka pintu toko bunga kami untuk pertama kalinya, dan semua itu ‘memaksa’ diri saya untuk duduk di meja toko dan menghadapi customer secara langsung.

Pada awalnya apakah kami tahu apa yang kami akan hadapi? Not really. Jika kami beberkan cerita awal kami mungkin banyak yang akan menggelengkan kepalanya dan berkata, “Kalian nekat yah.” Oh well, we were and still are… but we are wiser now… at least I hope so ;p …

Cerita kami membuka toko bunga kami pun cukup unik, setidaknya menurut saya pribadi. Bermula di akhir bulan Februari 2013 ketika saya dan Peni berdiskusi untuk membuat usaha baru yang berkaitan dengan hobby kami, Peni dengan hobi merangkai bunganya dan saya dengan hobi gift wrapping. Akhirnya kami sepakat untuk mencoba membuka gift shop sekaligus toko bunga potong kecil di salah satu tempat perbelanjaan dekat tempat tinggal kami. Kami pun mengajukan proposal untuk membuat kios kecil ke pengelolanya, namun sayangnya pada bulan Maret kami mendapatkan jawaban bahwa kami hanya diberikan luas tempat yang sangat minim dan tidak memungkinkan untuk operasional toko kami.

Sempat patah semangat, tapi tidak lama. Ketika berdiskusi lagi, kami kemudian memutuskan kenapa tidak mencoba memutari daerah sekitar tempat tinggal kami, mungkin ada ruko yang disewakan dengan harga terjangkau. Just give it one more chance, itu yang terpikirkan oleh kami. Proses pencarian kami dilakukan dalam 2-3 hari, sampai kami jatuh cinta pada satu spot di pasar dekat rumah kami. Walaupun harganya cukup mahal, dari semua tempat yang kami kunjungi hanya ruko tersebut yang memiliki harga yang masih reasonable. Setelah berproses dan bernegosiasi, ternyata kami memang diberikan banyak sekali kemudahan termasuk dalam terms pembayaran sewa. Dalam waktu kurang dari 3 minggu, kunci ruko sudah ada di tangan kami dan mulailah proses kami untuk menyusun rencana, hingga akhirnya kami secara resmi membuka toko kami pada tanggal 1 Mei 2013! Hanya 2 bulan semenjak kami memutuskan ingin membuat usaha ini.

Satu hal yang tidak diketahui oleh banyak orang adalah sebenarnya di awal kami hanya berniat untuk menjual bunga segar potong, perlengkapan merangkai bunga serta jasa gift wrapping. Tidak ada rencana untuk membuat toko bunga dengan konsep florist yang menyediakan rangkaian bunga, karena saat itu kami hanya ingin membantu para florist disekitar kami untuk memperoleh perlengkapan dan kebutuhan merangkai, yang seringkali sulit didapatkan karena jarak dan waktu.

Setelah beberapa minggu, ternyata banyak yang datang ke toko untuk membeli rangkaian bunga. Akhirnya perlahan-lahan kami pun mulai melayani permintaan rangkaian bunga, dan konsep toko kami berubah menjadi florist. Padahal pada saat itu hanya Peni yang tau cara merangkai, sedangkan saya masih harus belajar dari awal, mulai dari mengenali jenis-jenis bunga beserta nama-namanya, bagaimana memilih bunga hingga merangkai. Karena pengalaman ini, saya tidak setuju jika ada yang bilang untuk membuka usaha kita harus punya berpengalaman, yang jelas kita harus siap untuk terus belajar dengan cepat dan tepat.

Setelah menjalani toko bunga selama beberapa bulan pertama, saya menyadari bahwa apa yang kami jual bukanlah sekedar rangkaian bunga, tapi jasa penyampaian pesan, entah itu rasa cinta, permohonan maaf, ucapan belasungkawa, bentuk perhatian ataupun suka cita. Setiap customer yang datang ke toko mengajarkan saya mengenai rasa dan bentuk perhatian, mengenai bagaimana seseorang menyampaikan pesan dan rasa sayang mereka ke orang lain. Akhirnya saya mengerti bahwa bentuk perhatian tidak dapat dinilai dari apa yang dikirimkan, tapi dari usaha dan perasaan yang dikeluarkan si pemberi rangkaian. Karena itulah akhirnya perbincangan saya dan business partner saya pada suatu sore menghasilkan kesimpulan 'We are in the business of making people happy'.

Kesadaran akan peran kamu ini yang membuat cara kami berinteraksi dengan customer sedikit berbeda, kami sering bertanya hal-hal kecil yang mungkin terdengar remeh seperti, “Warna kesukaan penerimanya apa, Pak/Bu?”, “Pitanya mau warna A atau B?”, “Jika tissue paper ini dipadukan dengan pita ini apakah suka, Pak/Bu?”. Untuk customized order biasanya kami menambah pertanyaan kami dari kisaran hobi, umur, jabatan, karakter, dll. Mengapa? Selain karena kami ingin pengirim memiliki keterlibatan dalam proses membuat rangkaian, ini juga akan memperlihatkan bahwa si pengirim tidak saja memiliki perhatian lebih, tapi juga mengenal si penerima dengan baik. Tidak sedikit dari customer kami yang bercerita bahwa penerima rangkaian bunga senang dengan bunganya, dan mereka bisa berkata ke penerimanya, “Iya dong...kan aku yang milihin bunga sama pitanya.”. Bonus point as everybody is happy! ;)

Cara tersebut membuat kami menerima banyak sekali feedback dari customer kami, salah satunya adalah ketika customer kami dengan bangga bilang bahwa rangkaian bunga customized yang dikirimkan ke bosnya membuat si pak Bos senang dan heran (karena di rangkaian tersebut kami memakai beberapa simbol hobi pak Bos), pak Bos bahkan kemudian memasang foto rangkaian bunga tersebut sebagai profile pic WA-nya selama 1 minggu. Simple gesture yang membuat senyuman kami mengembang, apalagi mengingat waktu yang diperlukan untuk membuat ide konsep cukup lama.

Feta (nomor satu dari kiri) foto bersama dengan pengunjung di tokonya pada tahun 2015

Tapi usaha kami tidak selalu berkisar sekitar “cupcakes, sunflowers and unicorns”, tidak semuanya manis ataupun berbunga-bunga (yes, pun intended). Seperti usaha lainnya, ada masa-masanya kami menghadapi berbagai kendala. Misalnya, ketika jenis bunga dengan warna spesifik yang sudah dipesan dari 2 bulan sebelumnya ternyata pada hari H gagal panen dimana-mana, sehingga kami kalang kabut mencari penggantinya; customer yang sudah membeli barang namun ternyata tidak melakukan pembayaran; permintaan customer yang ingin bunganya dikirim pagi-pagi ataupun malah ketinggalan sementara beliau sudah masuk tol dan sulit kembali ke toko sehingga kami harus melakukan operasi fast-delivery sampai jantung deg-degan untuk memastikan barangnya diterima on-time; order mendadak yang kami sulit tolak sehingga kami (lebih tepatnya saya) pernah harus ke toko pagi-pagi sekali sambil masih mengenakan piyama untuk merangkai bunga (tenang, habis itu langsung pulang untuk mandi dan dandan…hehe); dan order super mendadak seserahan pernikahan yang baru diserahkan ke kami jam 10 malam sementara akan dipergunakan jam 10 pagi esoknya yang notabene membuat kami tidak tidur semalaman. Masih banyak cerita lagi yang terkadang membuat hati ingin menangis dan tertawa pada saat bersamaan. Drama, drama, drama. Tanpa para customer kami ketahui, terkadang setiap rangkaian yang mereka beli memiliki berbagai macam cerita dan kerempongannya sendiri. Namun apapun yang terjadi, kami selalu berprinsip untuk membuat customer kami yang membeli bunga dan penerima karya kami tersenyum.

Selain itu, di sela-sela waktu pengerjaan bunga, saya dan tim saya terbiasa berinteraksi dengan customer, mendengar cerita-cerita mereka mengenai orang-orang yang mereka ingin kirimkan bunga. Terkadang, terlepas dari berapa dana mereka, tanpa mereka sadari, kami suka menambahkan beberapa aksesoris ataupun bunga ekstra untuk menambahkan kesan yang lebih manis, dan sesekali menyelipkan sedikit simbolisme terkait dengan tujuan mereka memesan bunga. Mengapa? Karena we want to make it as special as the sender's intentions or even more special by adding values. Tentu saja kami tetap melakukan perhitungan bisnisnya. Tapi melihat senyuman dan kebanggaan yang tersirat di wajah customer ketika mereka keluar dari toko membawa bunga rangkaian kami adalah sesuatu yang tidak bisa dibayar oleh apapun.

Dari semua hal yang terjadi, baik suka dan duka, pada akhirnya banyak hal yang saya pelajari, terutama mengenai diri saya sendiri, mengenai pilihan serta konsekuensi dan mengenai bagaimana menghadapi keterbatasan. Keterlibatan saya dalam usaha ini tidak pernah hanya sekadar untuk menghasilkan uang, namun lebih untuk mengekspresikan diri dalam bentuk sederhana, mencoba mengembangkan senyum melalui pita yang cantik, selembar kertas ucapan, atau rangkaian bunga yang tertata indah. Semua dengan niatan untuk menyebarkan rasa senang ke customer yang membeli rangkaian kami. By the end of the day, I just want to deliver happiness in the forms of flowers :).

.

.

.

Penulis: Feta, Editor: Asih, Foto diambil dari BungaKita dan Nalini, toko yang di dibentuk oleh Feta dan Peni


Related Posts

See All

Cerita Senapas

Kategori Cerita

Cerita Terbaru

bottom of page